Tangis Gunung dan Lafadz Allah di Dasar Kawah Ciremai
- account_circle Admin
- calendar_month Sab, 10 Mei 2025
- visibility 225
- comment 0 komentar

jekajahtvnews.com,- Fenomena langka kembali menyita perhatian sebagian masyarakat Kuningan dan pencinta alam: munculnya lafadz “Allah” di dasar Kawah Gunung Ciremai.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Foto-foto yang beredar luas di media sosial sejak awal Mei ini memicu decak kagum sekaligus perenungan, terutama bagi mereka yang percaya bahwa alam memiliki cara sendiri untuk berbicara kepada manusia.
Gunung Ciremai, yang menjulang setinggi 3.078 meter di atas permukaan laut, bukan sekadar puncak tertinggi di Jawa Barat. Ia adalah poros jiwa bagi banyak warga Kuningan dan sekitarnya. Kawahnya yang dalam, sunyi, dan misterius sering disebut sebagai tempat pertemuan antara langit dan bumi.
Kini, dengan munculnya lafadz suci itu di dasar kawah—terlihat seperti terbentuk dari bayangan batu, sinar, atau goresan alam—banyak yang bertanya: adakah pesan tersembunyi dari Sang Pencipta?
Beberapa tokoh spiritual dan pemerhati alam menyebut ini bukan sekadar fenomena visual. “Ini peristiwa getaran. Ciremai sedang berbicara. Di tengah kerusakan dan peralihan fungsi kawasan gunung menjadi lahan-lahan beralaskan beton, mungkin inilah cara alam mengingatkan kita,” ujar seorang pendaki senior yang juga pemerhati budaya Sunda yang enggan disebut namanya.
Fenomena ini terjadi di tahun 2025, yang oleh kalangan supranatural disebut sebagai Tahun Puncak Kesadaran. Tahun di mana banyak titik-titik ruhani, terutama di tanah para leluhur seperti Kuningan, mulai membuka tabirnya. Dalam narasi sejarah yang tak tertulis, Ciremai dipercaya sebagai tapak kaki para resi dan penempaan jiwa para calon pemimpin sejati.
Kini, ketika lafadz Allah tampak di tempat terdalam gunung itu, muncul pertanyaan yang lebih dalam dari sekadar kehebohan dunia maya: apakah ini tanda bahwa kita tengah dipanggil kembali ke pusat kesadaran? Apakah ini peringatan bahwa Ciremai tak sekadar gunung, tapi juga ruh bumi yang tengah menangis?
“Air mata Ciremai mengalir diam di sela batu,” tulis seorang penyair setempat. “Menjadi saksi luka bumi, mengirim panggilan halus kepada para anak tanah yang masih mendengar suara sunyi ini.”
Masyarakat diingatkan untuk tidak sekadar mengagumi keajaiban visual ini, melainkan menjadikannya cermin diri: apakah kita masih menjaga amanah leluhur? Apakah kita masih menyatu dengan tanah yang dulu melahirkan doa-doa kita?
Karena mungkin, lafadz Allah di dasar kawah bukan hanya penampakan. Ia adalah seruan lembut dari langit, agar kita kembali sujud—bukan hanya di sajadah, tapi juga di dalam hati dan tindakan.( Sep )
- Penulis: Admin