BTNGC Buka Data Pemanfaatan Air Tanpa Izin
- account_circle sep
- calendar_month Sab, 13 Des 2025
- comment 0 komentar

Salah Satu Mata Air Di Kawasan Tngc
jelajahtvnews.com,- Polemik pengelolaan air di kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) kembali mencuat ke permukaan. Aksi protes Aliansi Masyarakat Kuningan pada 10 Desember 2025 menjadi titik balik yang mengguncang legitimasi pengelolaan konservasi, khususnya terkait dugaan pemanfaatan mata air tanpa izin resmi.
Dalam aksi tersebut, massa menuding Balai Taman Nasional Gunung Ciremai (BTNGC) lalai menjaga kawasan konservasi dari praktik eksploitasi ilegal. Dugaan penggunaan air tanpa izin dinilai berdampak langsung pada berkurangnya pasokan air bersih di sejumlah desa penyangga. Ketidakpuasan itu memuncak hingga muncul tuntutan ekstrem agar BTNGC dibubarkan.
Ketegangan sempat terjadi ketika massa aksi beradu argumen langsung dengan Kepala BTNGC, Toni Anwar, S.Hut., M.T. Dalam pernyataannya, Toni mengakui pihaknya telah melayangkan surat peringatan kepada 15 titik pengguna air yang diduga belum mengantongi izin. Namun ia menegaskan, data tersebut masih memerlukan verifikasi lanjutan. Pernyataan ini justru memperkuat dugaan publik bahwa pemanfaatan air tanpa izin memang telah berlangsung cukup lama.
Melalui Humas BTNGC, Sabtu 13 Desember 2025, Ady Sularso, Menyampaikan, lokasi yang telah menerima surat peringatan sejak 25 November 2024. Di wilayah Palutungan, surat tersebut dikirimkan kepada sejumlah rumah makan dan objek wisata, di antaranya RM Varvara Hill, RM Saung Mang Eman Tenjolaut, RM Kedai Oma, RM Secret Garden, RM Warung Djenggo, RM Santana Resto, RM Bubulak, Wisata Jurang Landung, Wisata D Orchid, Taman Cisantana, Curug Sawer Cisantana, Sukageri View, Goa Maria, Saraeland, hingga Pondok Cai Pinus.
Sementara di wilayah utara kawasan TNGC, lima titik lain juga tercatat menerima surat serupa, yakni Blehod, Kharisma, Iko, H Uni, dan Arrahma. Untuk pemanfaatan nonkomersial, BTNGC mengaku telah mengirimkan surat imbauan kepada 54 desa penyangga.
Menanggapi kritik publik mengapa pemanfaatan air di titik-titik tersebut belum dihentikan, Kepala BTNGC menyampaikan alasan sosial-ekonomi. Ia menyebut hampir seluruh pengguna masih sangat bergantung pada pasokan air untuk kelangsungan usaha dan mata pencaharian. Pemutusan mendadak, menurutnya, berpotensi memicu dampak sosial yang lebih luas. “Kami harus menegakkan aturan konservasi, tetapi tetap mempertimbangkan aspek sosial dan ekonomi masyarakat,” ujarnya di hadapan massa aksi.
Ady Sularso menambahkan, sebagian pelaku usaha kini tengah memproses izin resmi berupa Izin Usaha Pemanfaatan Air (IUPA) melalui sistem OSS pemerintah pusat. Beberapa di antaranya adalah Arunika, Rageman, Ipukan Highland, PAM Kota Cirebon, PAM Kabupaten Cirebon, PT KPK, dan PT Banyu Putra Mahkota. BTNGC, kata Ady, terus mendorong kepatuhan regulasi tanpa mengabaikan keberlangsungan ekonomi masyarakat sekitar.
Keterbukaan data yang baru disampaikan BTNGC dinilai sebagai langkah awal, tetapi publik masih menanti ketegasan, transparansi, dan tenggat waktu yang jelas dalam penataan ulang pemanfaatan air.
Di tengah krisis kepercayaan ini, desa-desa penyangga masih menggantungkan harapan pada satu hal mendasar: kepastian keberlanjutan sumber air. Bagaimana negara menempatkan kepentingan lingkungan, ekonomi, dan tata kelola secara adil kini akan menentukan masa depan Gunung Ciremai sebagai kawasan konservasi—apakah benar-benar dilindungi, atau perlahan terkikis oleh kompromi tanpa ujung.
- Penulis: sep

