Jejak Langit & Tanah Perjalanan Spiritual Anak Kuningan
- account_circle Admin
- calendar_month Sab, 12 Apr 2025
- visibility 55
- comment 0 komentar

Oplus_131072
Episode 2 : Langit Dipuncak Ciremai
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!jelajahtvnewa.con
“Ketika mimpi tak lagi sekadar bunga tidur, tapi menjadi jendela pada sesuatu yang lebih besar, lebih dalam… dan kadang, lebih menakutkan.”
Lima tahun berlalu sejak hari pernikahanku yang penuh keanehan itu. Hidup berjalan seperti biasa. Aku dan istriku membangun rumah tangga dengan damai. Kami punya pekerjaan tetap, anak-anak tumbuh sehat, dan materi pun cukup. Tak ada tanda-tanda badai akan datang.
Tapi suatu malam, mimpi itu datang—dan mengguncang segalanya.
Aku berada di puncak Gunung Ciremai, tempat yang sakral dan keramat di tanah kelahiranku. Tapi bukan pemandangan indah yang kutemui, melainkan suasana mencekam. Langit tampak sangat dekat, nyaris bisa kusentuh. Aku mengulurkan tangan, berusaha menariknya turun.
Tiba-tiba, suara perempuan tua menggemakan peringatan:
“Nak, jangan! Belum waktunya! Segera turun!”
Aku tersentak, tubuhku seakan terlempar, dan aku jatuh dari puncak gunung itu—tepat sebelum mataku terbuka. Mimpi itu membekas kuat. Rasanya nyata. Terlalu nyata.
Kehilangan, dan Jalan Pulang yang Sepi
Tak lama setelah mimpi itu, datang malapetaka.
Usaha yang selama ini kutekuni runtuh seketika. Masalah demi masalah datang, dan keluarga kecilku ikut terguncang. Aku terpaksa meninggalkan semua yang telah kami bangun dan pulang ke kampung halaman istriku di Solo—dengan tangan hampa.
Hari-hariku di Solo jauh dari kemewahan. Bahkan untuk makan pun sulit. Siang aku mencari pekerjaan serabutan, malam bergadang menatap langit dan bertanya: “Kenapa ini semua terjadi?”
Tapi di tengah penderitaan itu, datanglah sebuah ilham yang begitu kuat, seolah ada suara dalam hatiku berkata: “Pergilah ke batas kota Solo…”
Jejak Takdir di Gerbang Keraton
Dengan sisa uang seadanya, aku berjalan mengikuti ilham itu. Tanpa tujuan pasti. Hingga akhirnya aku tiba di sebuah kawasan dengan tembok putih tinggi yang mengelilingi kompleks besar.
Aku baru sadar, ini adalah Keraton Surakarta Hadiningrat.
Hari itu menjelang Idulfitri. Pintu gerbang keraton kebetulan terbuka. Entah kenapa, kakiku melangkah masuk begitu saja, seolah dipandu oleh sesuatu yang tak terlihat.
Aku berjalan melewati ruang demi ruang, tanpa ditemani siapa pun. Hingga sampai di satu ruangan besar yang memajang lukisan seorang perempuan tua… dan aku kaget bukan main: itulah wajah perempuan dalam mimpiku di hari ayahku pingsan dulu! Wajahnya, matanya, auranya—semua sama.
Saat aku memandangi lukisan itu, mata perempuan di lukisan tersebut berkedip. Seketika aku nyaris lari ketakutan.
Namun sebelum aku bergerak, muncul seorang abdi dalem—petugas istana—yang menghampiriku dengan penuh takzim:
“Ada apa, Nak? Dari mana?”
Aku menjawab, “Saya dari Kuningan, Pak. Saya ke sini karena mimpi… disuruh ke batas kota.”
Abdi dalem itu terdiam. Ia menunduk, lalu mendekat dan memelukku. Tangannya gemetar.
“Terima kasih… terima kasih sudah datang.”
Aku hanya bisa diam. Di dalam hati, badai rasa ingin tahu dan rasa takut berkecamuk. Apa maksud semua ini?
Abdi dalem itu membawaku ke sebuah sumur tua di belakang keraton. Ia hanya berkata:
“Ini… sumur leluhurmu, Nak.”
Aku makin bingung. Tapi yang aneh, setiap ruangan yang kulalui, setiap ornamen, setiap wajah dalam lukisan… seperti sudah pernah aku temui. Seperti deja vu, tapi lebih dalam. Seolah ingatanku berasal dari kehidupan lain yang pernah singgah di tempat itu…
Bersambung ke Episode 3….
- Penulis: Admin